Jumat, 15 Juli 2016

Tips Meredam Depresi Pasca Melahirkan




Depresi pasca melahirkan umumnya dialami 10 persen dari para ibu yang baru saja melahirkan. Namun banyak wanita yang bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami kondisi ini.

Depresi yang biasa terjadi pada enam minggu pertama setelah melahirkan ini berbeda dengan baby blues yang umumnya dapat mereda dalam hitungan hari atau minggu. Jika tidak ditangani dengan baik, depresi pasca-melahirkan dapat berlangsung dalam jangka panjang dengan akibat yang tidak kalah berbahaya dibandingkan bentuk depresi serius lainnya.

Apa Saja Gejalanya?

Banyak wanita yang kerap mengabaikan perasaan buruknya karena khawatir terlihat tidak bahagia setelah menjadi ibu hingga tanpa disadari, mereka mengalami depresi pasca-melahirkan. Oleh karena itu mengenali gejala depresi ini tidak hanya penting bagi calon ibu, tetapi juga sama halnya bagi para kerabat dan sahabat dekat. Gejala-gejala yang patut diwaspadai antara lain :

1. Sulit untuk dekat dan akrab dengan bayi.

2. Terus-menerus merasa sedih dan menangis tanpa alasan jelas.

3. Mengabaikan diri sendiri, misalnya tidak mengganti baju atau mandi.

4. Kehilangan rasa humor dan minat pada hal yang selama ini disukai.

5. Terus-menerus merasa khawatir bahwa ada sesuatu yang salah pada bayi.

6. Suasana hati cepat berubah dan mudah tersinggung.

7. Kerap merasa kelelahan dan tidak bertenaga.

8. Tidak percaya diri, merasa bersalah, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan berpikir untuk bunuh diri.

9. Sulit tidur.

10.Sulit berkonsentrasi atau membuat keputusan.

Pada kasus yang sangat jarang terjadi, sebagian ibu berpikir untuk menyakiti bayi mereka. Gejala-gejala ini dapat menjadi sangat serius sehingga membuat pengidap depresi ini tidak dapat menjalin hubungan dengan orang lain, tidak dapat merawat bayi mereka, dan enggan bepergian jauh.

Perasaan-perasaan ini membuat banyak wanita merasa bahwa mereka adalah ibu yang buruk, memilih untuk menyembunyikannya, sehingga justru tidak mendapat penanganan yang tepat.


Para ahli belum dapat mengidentifikasi secara pasti apa yang menyebabkan sebagian ibu mengalami depresi pasca-melahirkan, sementara sebagian besar yang lainnya tidak. Umumnya kondisi ini disebabkan paduan berbagai faktor. Beberapa hal berikut ini diduga menjadi faktor yang melatarbelakanginya :

1. Kurang tidur dan kondisi fisik yang lemah pasca-melahirkan, diiringi tuntutan untuk merawat bayi.

2. Perubahan hormonal yang membuat beberapa wanita merasa lebih sensitif.

3. Masalah keluarga dan sosial seperti persoalan keuangan, konflik dengan anggota keluarga, atau kurangnya dukungan orang terdekat saat melahirkan dan merawat bayi.

4. Riwayat depresi yang pernah dialami sebelumnya, terutama depresi selama masa kehamilan.

5. Mengalami gangguan kesehatan, terutama pasca-melahirkan, seperti nyeri pada bekas jahitan atau gangguan buang air kecil.

6. Mengalami kesulitan dalam memberikan ASI.

7. Bayi mengalami gangguan kesehatan atau fisik, atau lahir prematur.

8. Sulitnya proses persalinan.

9. Beberapa bayi bersifat lebih menuntut dan lebih sulit ditangani dibandingkan bayi lain, sehingga membuat sang ibu kewalahan.

Meski tidak dominan, faktor genetis diduga ikut berperan. Wanita yang anggota keluarganya memiliki riwayat depresi lebih berisiko mengalami depresi pasca-melahirkan. Bagi orangtua baru, proses pembelajaran dalam menjalani peran baru dapat menjadi tahap yang memicu depresi karena banyak hal yang ternyata tidak sesuai dengan teori atau ekspektasinya.


Depresi pasca-melahirkan dapat menjadi masalah berkepanjangan jika dibiarkan saja. Berikut ini adalah langkah-langkah penanganan yang dapat diambil :

1. Bicarakan kepada kerabat atau sahabat dekat sesegera mungkin. Dukungan orang-orang terdekat sangat penting terhadap kesehatan mental pengidap. Atau dapat juga langsung memeriksakan diri ke psikiater atau dokter.

2. Olah tubuh dapat membantu meringankan depresi ringan. Bicarakan dengan dokter atau instruktur olahraga agar mendapat rangkaian latihan yang tepat.

3. Psikiater mungkin akan memberikan terapi psikologis seperti terapi bicara.

4. Konsumsi antidepresan yang diresepkan dokter umumnya diperuntukkan bagi mereka yang sebelumnya pernah mengalami depresi atau yang mengalami depresi parah. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) adalah jenis antidepresan yang umumnya direkomendasikan untuk para ibu menyusui. 

Antidepresan lain yang mungkin diberikan adalah kombinasi obat-obatan penstabil mood seperti lithium, antipsikotik, dan penyeimbang seperti benzoadiazepin. Namun efek samping dari obat-obatan ini membuat ibu tidak dapat memberikan ASI. Selaluperiksakan kelayakan obat dengan dokter sebelum mengonsumsinya terutama jika sedang hamil atau menyusui.

Pastikan sang ibu memiliki waktu untuk menyendiri, melakukan hal yang disukainya atau berbincang dengan sahabat dekat, tanpa bersama bayi. Hal ini membutuhkan dukungan dari kerabat dekat yang bersedia mengasuh si Kecil selama sang ibu bepergian.


Depresi umumnya terjadi karena beberapa orang menghadapi situasi pasca-melahirkan yang tidak seperti dugaannya semula. Selain mempersiapkan mental sebelum menjalani proses persalinan, berikut ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan di masa kehamilan untuk mencegah depresi :

1. Pastikan beristirahat cukup.

2. Konsumsilah camilan di sela makanan utama. Kadar gula yang rendah dapat membuat perasaan Anda memburuk.

3. Berolahraga ringan secara teratur.

4. Makanlah makanan sehat dengan gizi berimbang.

5. Hindari alkohol dan rokok.

6. Tidak perlu bercita-cita menjadi ibu super yang melakukan segala hal dengan sempurna. Buatlah hal-hal yang Anda rencanakan dalam skala prioritas dan tetapkan target yang realistis.

7. Jika memiliki masalah atau kekhawatiran, coba bicarakan dengan suami,  rekan atau kerabat dekat.

8. Bertemu dan berbagi keluh kesah dengan sesama wanita hamil atau ibu lain akan meringankan beban.

Perlu diingat bahwa kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja dengan kombinasi berbagai faktor penyebab. Wanita yang mengalami depresi pasca-melahirkan harus yakin bahwa mengalami depresi pasca-melahirkan bukan berarti mereka menjadi ibu yang buruk. Di atas semuanya, ibu yang bahagia akan membuat dirinya mampu merawat dan menjadikan bayinya bahagia pula.




SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar